Langsung ke konten utama

Kesadaran (bali wisdom)

TRADISI SPIRITUAL LELUHUR NUSANTARA

Secara garis besar, ada dua kelompok tradisi spiritual dan agama. 

Berdasarkan sifat :

1. Pertama bersifat "Mitologis/ Literal", 

2. kedua bersifat "Filosofis/ Simbolik".

1. Tradisi pertama umumnya berdasarkan teks-teks seperti Puranic. Jadi, Dewa dipuja sebagai entitas nyata, ada bentuk nyatanya, ada tempat nyatanya, dst. Lalu, tradisi ini kemudian akan memiliki banyak sekali aturan soal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan berdasarkan apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi pujaanya. Pembicaraan soal "dosa" dan "surga-neraka" merupakan topik yang selalu hangat di sini.Tradisi ini umumnya menganggap keillahian yang dipuja ada di luar diri, di surga, di Vaikunta, di Kailasha, dst. Kemudian, sang penyembah pun dianggap berbeda dengan sesembahannya.

2. Tradisi spiritual kedua umumnya bersifat "Tantrik", yang mana dewata atau entitas illahi lain bukan dianggap mahluk berbeda, namun adalah "tattwa" atau prinsip esensial. Tujuan utamanya bukanlah menyenangkan dewata yang disembah, namun membangkitkan kedewataan dalam diri, membangkitkan keillahian diri. Manusia (penyembah) dan sesembahannya bukan dua hal berbeda, namun satu hal yang sama. Berbagai ritual dan sadhana dilakukan bukan serta-merta untuk menyemangkan para dewa atau entitas illahi lain, namun untuk merealisasi keillahian dalam diri. Dalam tradisi kedua ini, tidak ada dogma. Dasarnya adalah pengalaman personal dan sifatnya eksperimental.  Jadi pencapaian yang menjadi tolak ukurnya, bukan apa yang dikatakan kitab.

Berdasarkan pelaksanaannya:

1. Tradisi pertama umumnya melemahkan peran tanggung jawab personal terhadap kehidupan atas nama "takdir", "nasib", "karma", dan istilah "playing victim lain". Sementara tradisi kedua, hidup adalah rangkaian pengalaman yang bisa kita rangkai ulang sesuka hati. Tradisi pertama cenderung "anti duniawi", sebab awalnya berkembang di kalangan para Pertapa. Selain itu atas nama "dosa" sering kali mengingkari bagian-bagian diri. 

2. tradisi kedua menganggap kehidupan adalah hal yang sakral, sehingga akan dioptimalkan. Elemen-elemen diri tidak dianggap sebagai penghalang namun sarana dalam realisasi spiritual.

Berdasarkan kemasyarakatan:

1. Tradisi pertama cenderung organisasional, beragama berdasarkan apa kata pemimpin agama, wakil pemimpinnya, kepala cabangnya, korlapnya, dst. Sementara

2. tradisi kedua cenderung bersifat personal, perjalanan diri sendiri menyelami diri. Tidak banyak mengurusi orang lain. Karena sifatnya yang organisasional, agama yang mitologis dan literal umumnya dekat dengan kalangan Istana dan Pemerintahan, karena bisa dijadikan sarana "people control".

***

Dan jika ditelusuri teks-teks Nusantara kuno, jelas dijabarkan kalau tradisi spiritual yang berkembang adalah tradisi Filosofis/ Simbolik, tradisi Para Yogi dan Jnani. Paradigma berpikir para Tantrika.

Kemudian, paradigma berpikir seperti apa yang saat ini berkembang? Apakah Bali masih menjadi pulau yang mengakar pada paradigma berpikir yang sama, atau sudah tercabut dari akarnya atas nama "Kitab" dan Agama yang benar"?

*Dikutip dari Buku "Ilmu Tantra Bali" yang akan segera terbit.

@ PY

MEYASA BELOG

sudah menjadi salah satu ujar paling wajar di Bali untuk senantiasa merasa bodoh. Kata "Eda ngaden awak bisa" (jangan merasa diri bisa) yang dikutip dari Gaguritan Basur selalu diulang dimana-mana. Jika ditempatkan secara proporsional, kalimat ini bisa sangat menolong.

Mungkin kita hidup di jaman dimana "dianggap bisa" merupakan salah satu kebutuhan mendasar. Karenanya berbagai hal dilakukan untuk mempertontonkan kepintaran. Niatnya begitu, meski sering kali malah menghasilkan kebalikannya.

Cepat merasa diri bisa, lalu merasa diri paling bisa dan kemudian merasa orang lain tak tau apa-apa adalah penyakit.

"Saya paling tau", "saya paling mampu", dalam berbagai urusan, bahkan tanpa tau malu merasa paling tau Tuhan. Akibatnya, keyakinan bertuhan orang lain dengan penuh rasa percaya diri dihujat.

Merasa paling tau siapa yang berhak memimpin negara, lalu kepala negara dihujat. Merasa paling mengerti apa yang terjadi dalam postingan sosial media tertentu, lalu dengan sigap jari berkomentar panjang lebar.

Tidak jarang, banyak yg sampai meringkuk di penjara karena birahi "merasa paling tau" yang tak terkontrol.

Rasa percaya diri berlebih bisa menjadi penyakit. Terlalu percaya diri paling tau, apa lagi di jaman sosial media, bahkan bisa menjadikan kita penghuni sel penjara.

Jadi, ada baiknya "eda ngaden awak bisa", namun jangan sampai pula kalimat ini yang menjadi "penyakit" atau tameng keminderan.

*PY

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lontar tanpa tulis cakepan baligama

Budaya Bali Om Swastiastu, Om Awighnamastu Namo Siddham. Om Hrang Hring Sah Parama Siwaditya ya Namah. Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka karena diambil dari berbagai sumber informasi, yang mungkin kurang tepat. Om Tat Pramadat Kesama Swamam. Om Santih  Home ajaran dharma Reiki  obat alternative Obat herbal Proteksi Produk Bali ▼ Belajar Tenaga Dalam Spiritual Bali Belajar Tenaga Dalam Spiritual Bali melanjutkan artikel terdahulu yang bertajuk " Belajar Tenaga Dalam Asli Bali " yang mungkin dapat dikatakan sebagai level atau tingkat dasar dari sekian banyak ilmu spiritual asli bali, berikut ini tyang bermaksud membagikan pemahaman pribadi tyang tentang pengenalan diri manusia, dimana dalam sastra bali lebih dikenal sebagai ajaran Kanda Pat at

Moksa (lontar pasuk wetu) kanda pat

Suka Nyari Artikel Sabtu, 29 Agustus 2015 Sekilas tentang Lontar Pasuk Wetu Sekilas tentang Lontar Pasuk Wetu sebelum membaca sekulas tentang lontar pasuk wetu, ada baiknya anda membaca artikel sebelumnya yang berjudul "Belajar tenaga Dalam Spiritual Bali" karena yang dibahas berikut ini ada kaitannya dengan artikel tersebut. "Belajar tenaga Dalam Spiritual Bali" merupakan pendahuluan pemahaman yang dapat digunakan bagi setiap orang yang hendak menekuni ajaran pasuk wetu atau yang lebih dikenal dengan ajaran kanda pat. untuk lebih jelasnya, ajaran tersebut dijelaskan dalam pembahasan berikut ini: Pasuk Wetu (Kanda Pat) Banyak sekali ilmu-ilmu pengetahuan dari para leluhur yg dirahasiakan bahkan banyak yg sudah punah karena lontar-lontar tidak disalin dan hancur karena sudah tua. Maka dari itu marilah kita jaga dan pelajari yg masih tersisa, salah satunya adalah lontar-lontar yang membahas ajaran ‘Pasek Wetu’. Pasuk wetu merupakan ilmu yang mempelajari (cara

Sedhana menuju moksah

SRADDHA OLEH इ कढेक् अतॅ जय ।स॥अग् A. PENGERTIAN MOKSA MOKSA BERSAL DARI BAHASA SANSEKERTA “MUC” BERARTI MEMBEBASKAN ATAU MELEPASKAN. JADI MOKSA ADALAH SUATU KELEPASAN ATAU KEBEBASAN. DIMANA KATA MOKSA DPT DISAMAKAN DENGAN NIRWANA, NISREYASA ATAU KEPARAMARTHAN. MOKSA JUGA BISA DI KATAKAN NIRGUNA BRAHMAN. YANG DIMAKSUD DGN KEBEBASAN DALAM MOKSA IALAH TERLEPASNYA ATMAN DARI IKATAN MAYA, SEHINGGA ATMAN DAPAT MENYATU DENGAN BRAHMAN BAGI MANUSIA YG TELAH MENCAPAI MOKSA BERARTI MEREKA TELAH MENCAPAI ALAM SAT CIT ANANDA. SAT CIT ANANDA BERARTI KEBAHAGIAAN YANG TERTINGGI. SETIAP MANUSIA BISA MENCAPAI MOKSA APABILA IA DGN TEKUN MENGIKUTI PETUNJUK AJARAN AGAMA. JLN YG DITUNJUK OLEH AGAMA UNTUK MENCAPAI MOKSA ADALAH CATUR MARGA YOGA: EMPAT JLN MENUJU TUHAN ATAU BRAHMAN. CIRI-CIRI ORANG YG MENCAPAI MOKSA SETIAP UMAT MANUSIA MAMPU MENCAPAI MOKSA APABILA IA TEKUN MELAKSANAKAN AJARAN AGAMANYA. DI ANTARA KE EMAT JLN TRSBUT UMAT BOLEH MELAKSANAKAN SALAH SATUNYA YANG MEREKA MAMPU LAKSANAKAN SES